Exponesia.id – Ketahui Silsilah Gus Baha : Ulama Ahli Hadits Indonesia Asal Rembang. Mari temukan perjalanan menarik Ketahui Silsilah Gus Baha dan kontribusi luar biasanya. Dapatkan wawasan tentang kehidupan tokoh luar biasa ini yang meninggalkan jejak tak terlupakan dalam sejarah.
Di tengah Indonesia, nama Gus Baha menggema dengan makna sejarah yang mendalam. Tokoh misterius ini telah meninggalkan tanda yang tak terhapuskan pada budaya, spiritualitas, dan warisan bangsa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi kehidupan, warisan, dan kebijaksanaan Gus Baha, sambil mengungkap cerita-cerita yang belum pernah diceritakan yang membuatnya menjadi tokoh yang dihormati.
Silsilah Gus Baha
Lantas siapa sebenarnya sosok Gus Baha, dan dari mana jalur nasabnya?
Gus Baha lahir pada tanggal 15 Maret 1970 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Silsilah keluarganya dapat ditelusuri hingga mencapai Brawijaya V.
Gus Baha adalah putra dari seorang ulama ahli Qur’an dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA, yang bernama KH Nursalim Al-Hafizh. KH Nursalim berasal dari Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Ayah Gus Baha, KH Nursalim, adalah seorang murid dari dua ulama terkemuka, yaitu KH Arwani al-Hafizh Kudus dan KH Abdullah Salam Al-Hafizh Kajen Pati. Silsilahnya pun dapat ditelusuri hingga mencapai para ulama besar.
Pada tahun 1970, Kiai Gus Baha memilih Yogyakarta sebagai tempat untuk memulai perjalanan ilmiahnya. Pada tahun 2003, ia menyewa sebuah rumah di Yogyakarta, dan banyak santri yang memutuskan untuk mengikutinya dalam perjalanan ilmiah mereka.
1. Pendidikan
Gus Baha kecil memulai perjalanan belajar ilmu dan menghafal Al-Qur’an di bawah bimbingan ayahnya sendiri, KH Nursalim Al-Hafizh, sejak usia yang masih sangat muda. Pada usia yang belia, dia telah berhasil menyelesaikan khataman Al-Qur’an beserta Qiroah dengan lisensi ketat dari ayahnya. Bacaan Qur’an yang diterapkan oleh murid-murid Mbah Arwani, termasuk Gus Baha, memperlihatkan keketatan dalam tajwid dan makhorijul huruf.
Ketika memasuki masa remaja, Kiyai Nursalim memutuskan untuk mengirimkan Gus Baha untuk mondok dan melayani Syaikhina KH Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Sarang, yang terletak sekitar 10 km ke arah timur Narukan.
Di Al-Anwar ini, Gus Baha menonjol dalam berbagai ilmu Syari’at seperti Fiqih, Hadits, dan Tafsir. Ini terbukti dari beberapa tanggung jawab ilmiah prestisius yang diemban olehnya selama di Al-Anwar, seperti menjadi Rois Fathul Mu’in dan Ketua Ma’arif dalam struktur pengelolaan Pesantren Al Anwar.
Selama masa mondok di Al Anwar, Gus Baha juga berhasil menghafal Shohih Muslim dengan matan, rowi, dan sanadnya. Selain itu, ia juga menyelesaikan hafalan kitab Fathul Mu’in serta beberapa buku tata bahasa Arab seperti ‘Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik.
Menurut sumber yang dapat dipercaya, Gus Baha memiliki rekor hafalan terbanyak di antara santri-santri Al Anwar pada zamannya. Bahkan, teman-teman sejawatnya sering menolaknya untuk ikut dalam pertemuan ilmiah karena dianggap memiliki pemahaman ilmu dan hafalan yang sangat mendalam.
Tidak hanya unggul dalam hal ilmu, Gus Baha juga adalah seorang santri yang dekat dengan gurunya, Syaikhina Maimoen Zubair. Dia sering mendampingi gurunya dalam berbagai kesempatan, mulai dari percakapan santai hingga mengurus tamu-tamu ulama besar yang berkunjung ke Al Anwar. Oleh karena itu, dia dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina Maimoen Zubair.
Suatu ketika, Gus Baha diminta untuk mencari jawaban atas sebuah pertanyaan oleh Syaikhina. Karena kemampuannya dalam menemukan jawaban dengan sangat cepat tanpa harus merujuk ke referensi kitab, Syaikhina sangat terkesan dan berkata, “Iyo Ha’… Koe pancen cerdas tenan (Iya Baha’… Kamu memang benar-benar cerdas).”
Gus Baha sering dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina ketika memberikan nasihat dalam berbagai kesempatan tentang profil santri yang ideal. “Santri sejati itu seperti Baha…” begitu kata Syaikhina.
Dalam riwayat pendidikannya, dari masa kecil hingga saat dia mengelola pesantren warisan ayahnya, Gus Baha hanya belajar di dua pesantren, yaitu pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan dan Pondok Pesantren Al Anwar Karangmangu, Rembang. Pernah suatu saat, ayahnya menawarkan untuk mengirim Gus Baha untuk mondok di Rushoifah atau Yaman, tetapi dia lebih memilih untuk tetap berkhidmat di Indonesia, di almamaternya, yaitu Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyyah PP. Al Anwar, serta pesantrennya sendiri, LP3IA.
2. Pernikahan
Setelah menyelesaikan perjalanannya dalam dunia ilmu di Sarang, Gus Baha menikahi seorang wanita pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Ada kisah menarik terkait pernikahan mereka.
Diceritakan bahwa setelah prosesi lamaran selesai, Gus Baha mendatangi calon mertuanya dan berbicara tentang sesuatu yang masih menjadi kenangan baginya hingga saat ini. Dia menjelaskan bahwa hidupnya bukanlah hidup yang glamor, melainkan sangat sederhana.
Gus Baha berusaha meyakinkan calon mertuanya untuk merenungkan kembali rencana pernikahan mereka. Tujuannya tentu agar calon mertuanya tidak merasa kecewa di masa mendatang. Calon mertuanya hanya tersenyum dan menjawab dengan penuh pengertian, “klop,” yang berarti “sami mawon kalih kulo.”
Kesederhanaan Gus Baha ini menjadi jelas saat dia pergi ke Pondok Pesantren Sidogiri untuk melangsungkan akad nikah yang telah dijadwalkan. Dia pergi sendirian ke Pasuruan dengan menumpang bus reguler, yaitu bus kelas ekonomi biasa.
Kesederhanaan ini bukanlah hal yang kebetulan, melainkan hasil dari pendidikan ayahnya sejak masa kecil.
3. Silsilah Gus Baha
Silsilah Gus Baha adalah suatu garis keturunan yang menghubungkan dia dengan leluhur-leluhur terdahulu, menunjukkan akar budaya dan sejarah keluarganya. Berikut adalah silsilah Gus Baha yang mengungkapkan keturunan dan asal-usulnya:
Gus Baha adalah putra dari seorang ulama ahli Qur’an, KH Nusralim Al-Hafizh, yang berasal dari Nurukan Kragan, Rembang, sebuah desa di tepi utara pulau Jawa. Silsilah keluarga dari garis ibunya meliputi keturunan keluarga ulama Lasem, Bani Mbah Aburrahaman Basyaiban atau Mbah Sambu, yang berpusat di area Masjid Jami’ Lasem, yang terletak sekitar 30 menit dari pusat Kota Rembang.
Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), KH Said Aqiel Siroj, Gus Baha adalah seorang ulama NU yang sangat dihormati. Beliau adalah keturunan dari ulama-ulama besar yang sangat terampil dalam ilmu agama. Silsilahnya mencapai hingga Brawijaya V, yang merupakan raja terakhir Majapahit.
4. Berikut Nasab Gus Baha
Untuk melengkapi silsilah Gus Baha, berikut adalah nasabnya secara lengkap:
Gus Baha adalah putra dari Nyai Yuhanid, yang merupakan putri dari Nyai Fathimah. Nyai Fathimah adalah putri dari Nyai Hafsyoh, yang merupakan keturunan dari Kiyai Ma’shum. Kiyai Ma’shum adalah keturunan dari Kiyai Soleh. Kiyai Soleh adalah anak dari Asnawai Sepuh, yang kemudian berasal dari Nyai Muziroh.
Nyai Muziroh adalah putri dari Nyai Ulfiah, yang adalah putri dari Mbah Mutamakin. Mbah Mutamakin adalah keturunan dari Sumonegoro, yang merupakan keturunan Sumoningrot. Sumoningrot adalah keturunan dari Hadi Wijoyo, yang dikenal juga sebagai Joko Jingkir. Hadi Wijoyo adalah keturunan dari Sunan Pengging, yang selanjutnya merupakan keturunan Pamundayan, dan akhirnya berakhir pada Brawijaya V, yang merupakan raja terakhir Majapahit.
Silsilah ini memperlihatkan akar budaya dan sejarah yang kaya dari keluarga Gus Baha serta menghubungkan dia dengan tradisi ulama-ulama besar dan bahkan sejarah kerajaan Majapahit.
Penutup
Dalam artikel ini, exponesia.id telah menjelajahi dengan cermat silsilah Gus Baha, seorang tokoh yang memiliki peran penting dalam sejarah keagamaan dan budaya Indonesia. Dari latar belakang keluarganya hingga pengaruhnya dalam pengembangan ajaran agama, Gus Baha adalah figur yang patut dihormati dan dipelajari.